CONTOHTEKS
 

Mengapa Indonesia Memilih Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif?

 

CONTOHTEKS.NET – Dalam kehidupan bernegara, setiap negara memiliki tujuan dan kepentingan yang berlaku secara nasional demi kelangsungan kehidupan bernegara pada suatu negara tersebut. Untuk mencapai tujuan dan kepentingannya tersebut, diperlukan suatu cara atau sarana yang dalam hal ini disebut politik.

Tujuan politik luar negeri setiap negara akan selalu mengacu pada tujuan nasional negara itu sendiri. Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 yang menyatakan :

… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial …

Oleh karena itu, dasar pelaksanaan politik luar negeri Indonesia tetap berlandaskan pada Pancasila sebagai landasan ideal dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionalnya.

Asas politik luar negeri Indonesia yang ‘Bebas Aktif’ pertama kali dikemukakan oleh Mohammad Hatta dalam keterangannya didepan badan pekerja ‘Komite Nasional Indonesia Pusat’ (KNIP) pada 2 September 1948. Menurut beliau, tujuan politik luar negeri Indonesia, antara lain :

BACA:  Mengenal Kenampakan Alam dan Manfaatnya

Berdasarkan tujuan politik luar negerinya pula, Indonesia pun menegaskan prinsip-prinsip politik luar negerinya sebagai berikut :

Politik luar negeri tentunya memiliki peran dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Adapun peran politik luar negeri bagi Indonesia adalah :

1. Peran Diplomatik

Peran ini dijalankan oleh seorang ‘Duta Besar’ yang diangkat langsung oleh Presiden. Duta Besar akan ditugaskan di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang ada di luar negeri. Tugasnya antara lain untuk memperlancar hubungan bilateral antarnegara, serta melindungi WNI yang berada di negara tempatnya bertugas. Selain duta besar, juga ada pejabat perwakilan suatu negara yaitu ‘diplomat’ yang biasanya ditempatkan di organisasi internasional.

2. Peran dalam Dunia Internasional

Untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, yaitu melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, salah satu langkah aktif yang dilakukan Indonesia adalah mengadakan ‘Konferensi Asia Afrika’ dan juga berperan serta dalam terbentuknya ‘Gerakan Non Blok’.

BACA:  Jalur Pelayaran Vasco da Gama

Konferensi Asia Afrika (KAA) diawali dari ‘Konferensi Kolombo’ pada 28 April – 2 Mei 1954, lalu dilanjutkan dengan ‘Konferensi Bogor’ pada 22 – 29 Desember 1954. Pada saat itu Indonesia berperan sebagai salah satu dari 5 negara sponsor berlangsungnya KAA selain Sri Lanka, Pakistan, Myanmar, dan India.

KAA akhirnya dilaksanakan di Bandung, Indonesia pada 18 – 24 April 1955 yang dihadiri oleh 29 negara termasuk Indonesia. Pembukaannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno, dimana Ali Sastroamijoyo terpilih sebagai ketua KAA dan Roeslan Abdul Gani terpilih sebagai sekretaris KAA. Masalah yang dibahas dalam KAA meliputi bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan.

KAA menghasilkan rumusan penting yang berisi 10 poin yang disebut ‘Dasasila Bandung’. Dasasila Bandung memasukkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam piagam PBB serta prinsip-prinsip perdamaian yang ditulis oleh Jawaharlal Nehru, perdana menteri India pada saat itu.

Hasil dan manfaat dari KAA, yaitu :

  1. mengobarkan semangat negara-negara kawasan Asia Afrika untuk melepaskan diri dari penjajahan.
  2. mengurangi ketegangan dunia
  3. mengupayakan penghapusan politik Apartheid di Afrika Selatan

Selain KAA, Indonesia pun berperan aktif dalam pembentukan ‘Gerakan Non Blok’. Gerakan ini terbentuk karena adanya kekhawatiran bagi negara yang tidak ikut tergabung dalam blok barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.

BACA:  Proses Interaksi Manusia dengan Lingkungan Sosial

Akhirnya dibentuklah gerakan ini yang diprakarsai oleh :

  1. Soekarno (Indonesia)
  2. Josep Broz Tito (Yugoslavia)
  3. Gamal Abdul Naser (Mesir)
  4. Jawaharlal Nehru (India)
  5. Kwame Nkrumah (Ghana)

Setelah terbentuk, gerakan ini mengadakan ‘Konferensi Tingkat Tinggi’ (KTT) pertamanya di Beograd, Yugoslavia pada tahun 1961 dan dihadiri oleh 23 negara. Hingga saat ini telah diadakan KTT Non Blok yang ke-15 pada tahun 2009 di Mesir. Indonesia sendiri menjdi ketua KTT Non Blok yang ke-10 pada tahun 1992.


Berdasarkan sejumlah pembahasan di atas, maka dapat diketahui bahwa Indonesia memilih politik luar negeri  yang dikenal dengan istilah ‘politik luar negeri Bebas Aktif‘. Seperti apakah makna dari prinsip politik luar negeri Bebas Aktif?

Artikel ini dikunjungi dengan topik . Baca juga artikel menarik lainnya .