CONTOHTEKS
 

Sebutkan Isi Aturan Tanam Paksa yang Dilakukan Jepang Terhadap Indonesia?

 

CONTOHTEKS.NET – Tanam paksa atau dalam bahasa Belanda lebih dikenal dengan istilah cultuur stelsel, merupakan ide yang dicetuskan oleh seorang gubernur jendral Belanda bernama Johannes Van den Bosch. Dalam tanam paksa sendiri Indonesia merupakan pihak yang sangat dirugikan, sementara keuntungan dari tanam paksa sebagian besar untuk Belanda. Dalam pelaksanaannya, tanam paksa sepenuhnya diawasi oleh pegawai-pegawai bangsa Belanda. Sementara itu para pekerja akan mendapatkan upah atau sering disebut cultuur procenten.
Upah yang diperoleh akan bergantung kepada sebera besar hasil yang dikumpulkan kemudian diserahkan kepada Belanda. Dengan sistem yang seperti itu maka para pelaksana tanam paksa menghalalkan segala cara untuk meraih hasil yang besar, akibatnya terjadi berbagai penyimpangan pelaksanaan sistem tanam paksa, penyelewengan tersebut diantaranya:
1. Rakyat lebih fokus menanam tanaman kualitas ekspor, dibandingkan menggarap ladang atau sawah untuk tanaman lokal.
2. Bagi rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja ekstra keras melebihi waktu yang ditentukan.
3. Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima dari seluruh lahan yang digarap.
4. Apabila terdapat kelebihan hasil panan, tidak dikembalikan ke petani.
5. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab rakyat.

Isi Aturan Tanam Paksa
Adapun isi aturan tanam paksa adalah sebagai berikut:
1). Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
2). Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultturstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
3). Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perusahaan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
4). Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan.
5). Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat.
6). Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung oleh pemerintah Belanda.
7). Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa.
Penyimpangan Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa banyak menyimpang dari ketentuan pokok dan cenderung mengadakan eksploitasi agraris yang semaksimal mungkin. Oleh karena itu, Sistem Tanam Paksa mengakibatkan penderitaan bagi rakyat pedesaan di Pulau Jawa. Adapun penderitaan bangsa Indonesia akibat pelaksanaan sistem Tanam Paksa diantaranya:
1. Rakyat makin miskin karena sebagian tanah dan tenaganya harus disumbangkan secara cuma-cuma kepada Belanda.
2. Sawah dan ladang menjadi terlantar karena kewajiban kerja paksa yang berkepanjangan mengakibatkan penghasilan menurun.
3. Beban rakyat makin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panen, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, serta menanggung risiko apabila panen gagal.
4. Akibat bermacam-macam beban, menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
5. Bahaya kelaparan dan wabah penyakit timbul di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis. Bahaya kelaparan yang menimbulkan korban jiwa terjadi di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian itu telah mengakibatkan penurunan jumlah penduduk secara drastis.
Di Demak jumlah penduduknya yang semula 336.000 jiwa turun sampai dengan 120.000 jiwa, di Grobogan dari 89.500 turun sampai dengan 9.000 jiwa. Demikian pula yang terjadi di daerah-daerah lain, penyakit busung lapar (hongerudeem) merajalela.
Pelaksanaan Aturan Tanam Paksa
Pelaksanaan aturan tanam paksa sudah dimulai pada tahun 1830 dan mencapai puncak perkembangannya hingga tahun 1850, yaitu ditandai dengan hasil tanam paksa mampu mencapai jumlah tertinggi. Dengan demikian, keuntungan tinggi dapat diperoleh pemerintah Belanda dari pelaksanaan aturan tanam paksa.
Tekanan-tekanan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat Indonesia dalam upaya mencari keuntungan dari pelaksanaan aturan tanam paksa tersebut mulai menurun akibat adanya berbagai kritikan tajam terhadap pemerintah Belanda yang dipandang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan.
Pada tahun 1860, sistem tanam paksa yang diberlakukan untuk menanam lada dihapuskan dan pada tahun 1865 menyusul dihapuskan untuk menanam nila dan teh. Berlanjut hingga tahun 1870, hampir semua jenis tanaman yang ditanam untuk tanam paksa dihapuskan, kecuali tanaman kopi. Akhirnya, pada tahun 1917, tanaman kopi yang diwajibkan untuk ditanam bagi rakyat di daerah Priangan juga dihapuskan.
Keuntungan Tanam Paksa Bagi Rakyat Indonesia
1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.
2. Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.

BACA:  Sebutkan Hasil Hutan

Artikel ini dikunjungi dengan topik . Baca juga artikel menarik lainnya .