Pancasila Sebagai Philosophische Grondslag
Sejarah
Pancasila Sebagai Philosophische Grondslag memiliki pengertian Pancasila sebagai Filsafat (Filosofi) Dasar bangsa Indonesia. Gagasan mengenai Philosophische grondslag pertama kali dicetuskan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, BPUPKI) hari ketiga.
Gagasan mengenai Philosophische Grondslag sebenarnya jauh-jauh hari telah lama ada dalam benaknya. Bahkan di dalam kurungan penjara Banceuy yang gelap dan pengap, pikiran Bung Karno melayang hingga ke masa depan. Ia berusaha memberi landasan filosofis terhadap Republik Indonesia yang hendak dibangunnya.
Soekarno bertekad bahwa bangsa ini harus memiliki falsafahnya sendiri, bukan dari meminjam falsafah hidup orang lain.
“Kami tidak akan mendirikan bangsa kami di atas Deklarasi Independen Amerika Serikat. Pun tidak dengan Manifesto Komunis. Kami tidak mungkin meminjam falsafah hidup orang lain,” kata Soekarno.
Ketika bung Karno dibuang ke Ende, di Pulau Flores, NTT, ia semakin menyelami falsafah yang cocok untuk Indonesia merdeka itu. Di sanalah, di bawah pohon sukun, ia menemukan lima butir mutiara. Itulah lima dasar yang menjadi pembentuk falsafah Pancasila.
Akhir April 1945, Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, BPUPKI) dibentuk pemerintah Jepang. Soekarno menjadi bagian dari kepanitiaan itu. BPUPKI memulai sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945. Tiga hari pertama persidangan diwarnai debat berkepanjangan.
Di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, BPUPKI), di hari ketiga pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno berpidato selama kurang lebih satu jam. Ia berusaha meyakinkan peserta sidang, yang sebagian besar mewakili berbagai kekuatan politik dan utusan daerah, tentang pentingnya Indonesia merdeka.
Soekarno juga mendesakkan pentingnya “philosophische grondslag” (filosofi dasar) untuk Indonesia merdeka. Filosofi dasar inilah yang akan menjadi “Weltanschauung” (pandangan hidup) bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Soekarno pun mengajukan lima dasar filosofis: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme, – atau perikemanusiaan, Mufakat, – atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itulah Pancasila!
Pancasila Sebagai Filsafat Dasar (Philoshophische Gronslag) Bangsa Indonesia
Istilah filsafat diambil dari bahasa Yunani “Philos” artinya suka, cinta, dan sophia artinya kebijaksanaan. Jadi kata itu berarti cinta kepada keistimewaan. Pancasila sebagai Filsafat Dasar setidaknya dapat dijelaskan melalui aspek sebagai berikut:
a. Aspek Ontologis.
Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berperikemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia.
b. Aspek Epistemologi
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
c. Aspek Aksiologi
Kehidupan manusia sebagai makhluk subjek budaya, pencipta, danpenggerak nilai berarti manusia secara sadar mencari, memilih, dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Pancasila dalam hal ini menjadi nilai, sumber nilai,hakikat nilai, termasuk membingkai etika, ketuhanan, dan agama.
Artikel ini dikunjungi dengan topik . Baca juga artikel menarik lainnya .