Kumpulan Puisi Bertema Bintang
CONTOHTEKS.NET – Puisi adalah karya sastra hasil ungkapan pemikiran dan perasaan manusia yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, penyusunan lirik dan bait, serta penuh dengan makna. Puisi mengutamakan bunyi, bentuk dan juga makna yang hendak disampaikan.
Berikut beberapa kumpulan dari puisi bertema bintang
Puisi Bintang
Saat datangnya malam
Langit mulai mengelam,
Hadirnya sang bintang
Selalu jadi dambaan.
Memandang langit yang bertabur
Penuh dengan keindahan,
Sinar sang bintang memancar
Di seluruh penjuru alam.
Wahai sinar bintang malam,
Terangilah hatiku yang dalam kesepian,
yang menanti cinta yang tak kunjung datang.
Temani aku dimalam yang sunyi
sampai aku terlelap dalam tidur hingga mentari kembali menyambut hari.
Bintangku
bintangku..
kelap-kelip cahayamu
menghiasi langit malam
dengan beraneka warna tuhan
bintangku..
kau selalu menemaniku
disaat malam datang
dan saat matahari telah pulang
bintangku..
bersinarlah terus sepanjang malam
agar langit tak kelam
disaat aku memandang
Bintang Utuh
lihat, akulah sekarang bintangmu..
kamu boleh ambil dan miliki aku
aku rela makin bersinar karenamu
tanpa berbelah menjadi bintang bintang lain.
tiduri aku di tiap malam lelahmu..
jadikan aku bintang yang sama
yang menghiasi gelap dunia mimpimu
tanpa berbelah menjadi bintang bintang lain..
semua bintang bintang itu ingin milikimu
mereka serahkan untuk kamu ambil dan miliki
jadikan hanya aku penghias malam sepimu
cukup beri satu tatapan tulus penuh rindu
niscaya aku selalu jadi bintangmu
bedakan aku dari bintang bintang lain
sungguh aku hanya ada satu utuh
bersinar paling terang tanpa pernah jatuh
aku jauh, diatas sana menunggumu
jemputlah bila aku cuma ada satu
dikala bulan masih bulat penuh
dan aku masih jadi bintangmu utuh
ambil saja aku..
miliki saja aku..
oleh: Dian Rachmawati
Kepada
Bintang,
kutitipkan rinduku pada sinarmu
agar dimanapun dia
di belahan bumi manapun,
ketika melihat sinarmu
dapat merasakan rinduku…
oleh: Sri Sariningdyah
Tentang Isak Bintang di Atas Seprei
Di senja labuhan dada layar redup merapat. dua lelah di satu perairan
aku ringkuk dibalut sarang bawah parade rembulan.
Bertolak dari iringan dan perayaan bilangan ke sembilan belas siklus kali
gelap terang.
Aku celotehkan keluh, getir juga serpihan tawa dalam baringan pejam.
Memandangi langit di balik kelopak mata yang sepi tanpa sepenggal awan.
Satu bintang di langit itu sudah sehari semalam berjalan. sekonyong labuh
dalam isak yang menyentak apungan benak malam.
terhenti burai celoteh bibirku, bersilih riuh gumam di dadaku. Ada bintang
yang menangis di kasurku. dipalingkannya wajah hendak sembunyi dari
terjagaku.
Bintang kokoh yang berkelip tajam lalu tergolek sunyi. Sedu sesamar tirai
debu di nyala lampu.
seluruhku lumpuh oleh detak gugat yang tak tahu menyambut lubang retak
lelehan bintang. Hanya setetes jemariku mengapai usap punggungnya yang
masih saja tersedu.
Bertahun berlalu sejak aku disapa bintang itu.
Bintang yang selalu bersinar tak hanya buatku namun untuk seuntai daftar
panjang nama-nama manusia di langlang langitnya. Tak terhitung keluh kesah
menggunung, permohonan dan permintaan kusisipkan sembari lalu di
pundaknya ketika tengadahku, lalu Ia menggelisahkan setiapnya.
“Aku tengah ambang karam”, tuturnya sekali waktu ketika konjungsi garis
hidup kami bersilang temu.
Ia sebuah bintang yang seringkali kusia-siakan luasnya, setia menampung
gerutu dan keluh tak tahu terima kasih akan hadirnya seketika.
“kau membantuku menjadi manusia” katanya menggemetarkan hadirku
malam itu di jelang lelap itu. tetapi kemudian kutemukan tangisnya yang
manusia, aku pun menggugat aku atas angkuhku yang berpikir hendak
mengajari bintang itu jadi manusia. padahal ia selalu sebuah bintang yang
harus membakar habis dirinya ketika dijatuhkannya rintik isak itu di sisiku.
Artikel ini dikunjungi dengan topik . Baca juga artikel menarik lainnya .